Dimensi - dimensi Struktur Organisasi
KOMPLEKSITAS
Kompleksitas merujuk pada tingkat differensiasi yang ada di dalam sebuah
organisasi. Diferensiasi horizontal mempertimbangkan tingkat pemisahan
horizontal di antara unit-unit. Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman
hierarki organisasi. Diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh mana lokasi
fasilitas dan para pegawai organisasi tersebar secara geografis. Peningkatan
pada salah satu dari ketiga faktor tersebut akan meningkatkan kompleksitas
sebuah organisasi.
Diferensiasi horizontal. Diferensiasi horizontal merujuk
pada tingkat diferensiasi antara unit-unit berdasarkan orientasi para
anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan
serta pelatihannya. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak jenis pekerjaan yang
ada dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang
istimewa, semakin kompleks pula organisasi tersebut.
Diferensiasi vertikal. Diferensiasi vertikal merujuk pada
kedalaman struktur. Diferensiasi meningkat, demikian pula kompleksitasnya,
karena jumlah tingkatan hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak
tingkatan yang terdapat di antara top management dan tingkat hierarki yang
paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi,
dan makin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari pegawai manajerial,
serta makin sukar bagi top management untuk mengawasi kegiatan bawahannya.
Diferensiasi spasial. Organisasi dapat melakukan aktivitas
yang sama dengan tingkat diferensiasi horizontal dan pengaturan hierarki yang
sama di berbagai lokasi. Tetapi keberadaan berbagai lokasi tersebut
meningkatkan kompleksitas. Oleh karena itu, elemen ketiga dalam kompleksitas
adalah diferensiasi spasial, yang merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari
kantor, pabrik, dan personalia sebuah organisasi tersebar secara geografis.
Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari dimensi dan
diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya, adalah mungkin untuk memisahkan
tugas dan pusat kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran
jumlah maupun jarak.
Ketiga
elemen tersebut tidak perlu merupakan sebuah paket. Misalnya telah dicatat
bahwa perguruan tinggi biasanya mempunyai tingkat diferensiasi vertikal rendah
dan sedikit atau tidak ada sama sekali diferensiasi spasial. Sebaliknya, suatu
battalion tentara dicirikan oleh diferensiasi vertikal yang tinggi dan sedikit
diferensiasi horizontal.
Mengapa Kompleksitas itu Penting?
Organisasi
terdiri dari subsistem yang membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan control
agar dapat efektif. Maka makin kompleks sebuah organisasi, makin besar
kebutuhannya akan alat komunikasi, koordinasi, dan control yang efektif. Dengan
kata lain, jika kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan
tuntutan terhadap manajemen untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang
didiferensiasi dan disebar bekerja dengan mulus dan secara bersama ke arah
pencapaian tujuan organisasi.
Hal tersebut dinyatakan sebagai suatu
paradoks di dalam analisis organisasi. Keputusan manajemen untuk meningkatkan
diferensiasi dibuat secara khas demi kepentingan ekonomis dan efisiensi. Tetapi
keputusan tersebut menciptakan berbagai tekanan untuk menambah pegawai
manajerial untuk membantu dalam pengontrolan, koordinasi, serta pengurangan
konflik. Oleh karena itu, setelah beberapa waktu, organisasi yang dapat hidup
terus akan cenderung menjadi lebih kompleks karena aktivitas mereka sendiri dan
lingkungan yang mengelilinginya menjadi lebih kompleks. Kemudian dapat kita
tambahkan bahwa pengertian mengenai kompleksitas adalah penting, karena
merupakan sebuah karakteristik yang harus dicari oleh para manajer dan yang
diharapkan ada jika organisasi mereka sehat.
FORMALISASI
Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam
organisasi itu distandardisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat
diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit kebebasan
mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya, dan bagaimana ia
harus melakukannya. Formalisasi merupakan suatu ukuran tentang standardisasi.
Karena kebijakan dariseseorang di dalam pekerjaannya berbanding terbalik dengan
jumlah perilaku yang diprogramkan lebih dahulu oleh organisasi, maka makin
besar standardisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaimana suatu
pekerjaan harus dilakukan oleh seorang pegawai. Standardisasi ini bukan saja
melenyapkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secara lain, tetapi juga
menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan alternative.
Sebuah
pendekatan alternative mengatakan bahwa formalisasi berlaku untuk peraturan
yang tertulis maupun tidak. Dengan demikian, persepsi sama pentingnya dengan
realitas. Untuk tujuan pengukuran, formalisasi akan dihitung dengan
memperhatikan, selain dokumen resmi organisai, sikap (attitudes) pegawai sampai
pada tingkatan di mana prosedur pekerjaan diuraikan dan peraturan diterapkan.
Jangkauan Formalisasi. Penting untuk diketahui bahwa tingkat
formalisasi dapat sangat berbeda di antara dan di dalam organisasi. Pekerjaan
tertentu dikenal mempunyai sedikit formalisasi. Pada umumnya adalah benar bahwa
pekerjaan yang tidak terampil adalah yang paling sempit yaitu yang paling
sederhana dan yang paling berulang adalah yang paling cocok bagi tingkat
formalisasi yang tinggi. Makin besar profesionalisme sebuah pekerjaan, maka
makin kecil kemungkinan pekerjaan itu diformalisasi dengan tinggi. Formalisasi
berbeda bukan hanya dalam hal pekerjaan itu tidak terampil (unskilled) atau
professional, tetapi juga dalam tingkatan organisasi dan departemen fungsional.
Mengapa Formalisasi itu Penting?
Organisasi
menggunakan formalisasi karena keuntungan yang diperoleh dari pengaturan
perilaku para pegawai. Standardisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman.
Standardisasi juga mendorong koordinasi. Penghematan yang diperoleh dari
formalisasi juga tidak boleh diabaikan. Makin besar formalisasi tersebut, makin
sedikit pula kebijaksanaan yang diminta dari pemegang jabatan. Hal ini relevan,
karena kebijaksanaan memerlukan biaya.
Hal ini
menjelaskan, secara kebetulan, mengapa banyak organisasi besar mempunyai manual
akuntansi, manual personalia, dan manual pembelian yang seringkali beribu-ribu halaman tebalnya.
Organisasi-organisasi ini memilih untuk memformalkan pekerjaan sedapat mungkin
agar memperoleh prestasi paling efektif dari para pegawainya dengan biaya paling
rendah.
Keputusan Untuk “Membuat atau Membeli”
Sosialisasi merujuk pada suatu proses adaptasi di mana para individu
mempelajari nilai, norma, dan pola perilaku yang diharapkan bagi pekerjaan
serta bagi organisasi tempat ia bekerja. Para professional mengalami pendidikan
dan pelatihan bertahun-tahun lamanya sebelum mereka mempraktekkan keahliannya.
Dengan demikian, manajemen mempunyai dua macam keputusan. Pertama, tingkat
standardisasi perilaku bagaimana yang diinginkan? Kedua, apakah standardisasi
yang diinginkan itu akan “dibuat” dalam perusahaan atau “dibeli” dari luar?
Bila dibuat dalam perusahan, akan lebih ditekankan pada pegawai yang tidak
terampil, meskipun semua pegawai akan menyesuaikan diri mereka dengan budaya
khas dari organisasi tertentu.
Formalisasi langsung di tempat kerja dan profesionalisasi pada dasarnya
merupakan substitusi antara yang satu dengan lainnya. “Organisasi dapat
mengontrol (perilaku pegawai)*secara langsung melalui peraturan dan prosedurnya
sendiri, atau dapat memperoleh control tidak langsung dengan cara menyewa para
professional yang terlatih”. Dapat diharapkan bahwa dengan meningkatnya tingkat
profesionalisasi di dalam sebuah organisasi, maka tingkatan formalisasi akan
menurun.
Teknik-teknik Formalisasi
Para manajer mempunyai sejumlah teknik untuk dapat
menstandardisasikan perilaku para pegawai. Berikut adalah teknik-teknik yang
paling populer :
· Seleksi
· Persyaratan
Peran
· Peraturan,
Prosedur, dan Kebijaksanaan
· Pelatihan
· Ritual
Hubungan antara Formalisasi dan Kompleksitas
Ada cukup
bukti yang mendukung tentang adanya hubungan yang kuat antara spesialisasi,
standarisasi, dan formalisasi. Jika pegawai melaksanakan tugas yang sempit,
berulang, dan khusus, maka pekerjaan rutin mereka cenderung untuk
distandardisasi dan sejumlah peraturan mengatur perilaku mereka. Para pekerja
di lini rakit melakukan pekerjaan yang sangat dispesialisasi dengan tingkat
rutinitas yang distandarisasi serta banyak sekali peraturan formal dan prosedur
yang harus diikuti.
SENTRALISASI
Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen.
Kebanyakan teoritikus menyetujui bahwa istilah tersebut merujuk kepada tingkat
di mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal di
dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya sentralisasi yang
tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan sentralisasi yang rendah
atau yang disebut desentralisasi. Ada juga kesepakatan bahwa desentralisasi
sangat berbeda dari differensiasi spasial. Sentralisasi memperhatikan
penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan dalam organisasi, bukan penyebaran
geografis. Namun di luar batas ini segalanya menjadi kurang jelas.
Sentralisasi dapat dijelaskan secara lebih khusus sebagai jenjang kepada
siapa kekuasaan formal untuk membuat pilihan-pilihan secara leluasa
dikonsentrasikan pada seorang individu, unit, atau tingkatan (biasanya berada
tinggi pada organisasi), dengan demikian mengizinkan para pegawai (biasanya
pada tingkat rendah dalam organisasi) untuk member masukan yang minimal ke
dalam pekerjaan mereka.
Pengambilan Keputusan dan Sentralisasi
Seorang manajer biasanya harus membuat pilihan mengenai
tujuan, alokasi anggaran, personalia, cara melaksanakan pekerjaan, dan cara
memperbaiki keefektifan unitnya. Pentingnya pengetahuan mengenai kekuasaan dan
rantai komando bagi pemahaman sentralisasi, sama pentingnya dengan kesadaran
akan proses pengambilan keputusan. Tingkat pengawasan yang dimiliki seseorang
terhadap keseluruhan proses pengambilan keputusan itu sendiri merupakan ukuran
sentralisasi.
Tingkat kontrol yang dipunyai seseorang dalam seluruh proses
pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai
sentralisasi. Kelima langkah dalam proses ini adalah:
1. Mengumpulkan
informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan mengenai apa yang dapat
dilakukan,
2. Memproses dan
mengintepretasikan informasi tersebut untuk member saran kepada pembuat
keputusan mengenai apa yang harus dilakukan,
3. Membuat
pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan, dan
4. Melaksanakannya
Pengambilan keputusan secara tradisional dikatakan sebagai membuat
pilihan-pilihan. Setelah mengembangkan dan mengevaluasi paling sedikitnya dua
alternative, pengambil keputusan memilih alternatif yang disukai. Dilihat dari
pandangan seorang pengambil keputusan ini merupakan penyampaian yang cukup
memuaskan. Tetapi jika dilihat dari pandangan organisasi, pembuatan pilihan
hanya merupakan salah satu langkah dalam proses yang lebih luas. Dapat
dikatakan bahwa pengambilan keputusan paling banyak desentralisasi jika si
pengambil keputusan mengendalikan semua langkah.
Mengapa Sentralisasi itu Penting?
Judul dari
bagian ini dapat menyesatkan. Bahwa judul tersebut secara tidak langsung
mengimplikasikan sentralisasi, sebagai kebalikan dari desentralisasi, adalah
penting. Istilah sentralisasi dalam konteks ini dimaksudkan untuk dilihat
dengan cara yang sama seperti kompleksitas dan formalisasi dalam bab ini.
Sentralisasi mewakili sebuah jajaran dari tinggi ke rendah.
Seperti
telah diuraikan, selain sebagai kumpulan orang, organisasi adalah sistem
pengambilan keputusan dan pengolahan informasi. Organisasi membantu pencapaian
tujuan melalui koordinasi dari usaha kelompok; pengambilan keputusan dan
pengolahan informasi adalah yang utama agar koordinasi dapat terlaksana. Tetapi
factor ini seringkali diabaikan oleh siswa pengambilan keputusan dan teori
organisasi, informasi itu sendiri bukan merupakan sumber yang langka dalam
organisasi. Teknologi informasi yang maju member para manajer sejumlah besar
data untuk membantunya dalam pengambilan keputusan. Kita hidup dalam dunia yang
menenggelamkan kita dengan informasi. Sumber yang langka adalah kapasitas
pengolahan untuk menyelesaikan informasi.
Baik
sentralisasi yang tinggi maupun yang rendah dibutuhkan. Faktor-faktor
situasional akan menentukan jumlah yang “tepat”. Tetapi semua organisasi
mengolah informasi sehingga para manajer dapat membuat keputusan. Oleh
karenanya, perhatian harus dicurahkan untuk mengidentifikasi cara yang paling
efektif untuk mengorganisasi pengambilan keputusan.